Apa sich yang ada dalam benak seorang Pemimpin Politik, ambil contoh seperti Jokowi yang baru terpilih dan harus membangun Jakarta, terutama berkaitan dengan upaya pemberdayaan aparaturnya? Sudah menjadi wanaca public, kalau pejabat politik baru duduk, maka sontak serentak benak kita ancang-ancang usul mengusul mengganti aparatur pemerintah daerahnya/kepala-kepala Dinasnya. Dan tanpa kita pungkiri, memang ini terjadi, di semua lini pemerintahan, Pusat dan Daerah-daerah.
Inilah blunder besar dan salah kaprah dalam management ketata negaraan kita. Karena logikanya, dan memang begitu terjadi di Negara-negara maju, bagaimana mungkin seorang pejabat politik yang usianya hanya 5 tahunan, dapat mengintervensi pejabat karier yang sudah memiliki mekanisme jenjang karirnya sendiri. Inil terjadi di negeri kita, chaos nasional.
Bila Jokowi memiliki visi yang benar terhadap pengembangan birokrasi, sejatinya dan seharusnya, tidak ikut campur dalam menentukan siapa kepala Dinas yang akan mendampingi beliau selama menjadi Gubernur. Ia akan membiarkan bagaimana seseorang di hargai sebagai pejabat karir karena prestasinya, bukan karena beraliansi dengan pejabat politik, yang akhirnya hanya akan melibatkan dirinya kedalam wilayah politik yang kotor itu. Apabila sudah begini, maka hancurlah tatanan organisasi ketatata negaraan kita.
Begitupun, sejatinya, Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/walikota, mereka adalah pejabat Politik, tidak boleh masuk ke wilayah karier system, seperti Birokrasi Sipil dan Militer. Birokrasi dan Militer telah memiliki mekanisme sendiri untuk seseorang yang meniti karir, hingga ke top nya. Pun wilayah politik, ia memiliki mekanisme sendiri untuk sampai hingga ke poisisi kekuasaan tertingginya.
Chaos bangsa ini, ditambah lagi dengan kewenangan anggota DPR RI sendiri, mempunyai hak untuk dapat melakukan Fit Proper Test untuk pejabat-pejabat karier, Panglima, Kapolri, Dubes, Direktur BUMN, Gubenur BI, dlsb. Tidak terbayangkan jadilah tugas Eko, Miing, Qomar, ikut melakukan test kepada Para Jenderal calon Panlima atau Kapolri hehehehehe. Siapa elho!?
1 comment
Comments feed for this article
January 3, 2013 at 11:21 am
Edmond F. La'lang
Saya pikir Jokowi-Ahok sudah meletakkan mindset baru untuk tidak langsung mengganti semua Kepala Dinasnya dengan pesanan dari Partainya. Malah mereka berdua selalu mendukung sekaligus membina agar para kepala dinas beserta jajarannya dipecut dan dipacu utk bekerja maksimal, tidak malas, korup dan selalu minta dilayani. Jadi tindakan Jokowi-Ahok sudah melawan arus chaos seperti itu dan lakukan punishment reward, jika anda tak mau, tak mampu lakukan semua ini dengan baik, benar, cepat, sinergi dan berhasil maka ganjarannya adalah anda silahkan menyingkir sendiri atau dipecat. Hal ini saya lihat di youtube saat Ahok melakukan inspeksi, evaluasi kerja di Dinas Pajak, PU, Pendidikan (sekolah unggulan) agar selalu bekerja dgn baik, jujur, bersih, tidak KKN dan lakukan efisiensi tanpa harus membuang banyak anggaran tanpa hasil yg memadai. Jadi ternyata perspektif ini tidaklah sesuai dengan kenyataan yg dilakukan oleh Jokowi-Ahok meski hanya baru 3 bulan saja hingga pada akhir Desember ini dan semoga mereka meletakkan sistim dan sikap profesionalisme yg baik, bersih, jujur dan malayani masyarakat untuk menjadi contoh terbaik bagi sistim birokrasi kita mulai dari Pusat hingga ke Daerah agar terjadi efisinesi, efektivitas, value added dan sinergi yg akan dirasakan secara nyata bagi seluruh rakyatnya dan bukan pada hanya segelintir manusia elit beserta pendukung rent seekernya belaka di atas penderitaan rakyat kecilnya yang tak berdaya dan miskin.